AKHLAQ KEPADA ALLAH

โ˜๐Ÿผ PRIORITAS UTAMA : AKHLAQ KEPADA ALLAH

๐Ÿ“™ Dari An Nawas bin Samโ€™an radhiyallah anhu, dari Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, beliau bersabda:

ุงู„ุจุฑ ุญุณู† ุงู„ุฎู„ู‚

"Kebajikan itu keluhuran akhlaq" (HR. Muslim: 2553)

๐Ÿ“— Hadits ini memiliki beberapa kandungan sebagai berikut:

โ€ข Hadits ini menunjukkan urgensi akhlak dalam agama ini, karena nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam memberitakan bahwa seluruh kebajikan terdapat dalam keluhuran akhlak. Dengan demikian, seorang yang baik adalah seorang yang luhur akhlaknya.

โ€ข Imam Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah menjelaskan makna kata al birr (kebajikan) yang terdapat dalam hadits di atas. Beliau berkata,

ู…ู† ู…ุนู†ู‰ ุงู„ุจุฑ ุฃู† ูŠุฑุงุฏ ุจู‡ ูุนู„ ุฌู…ูŠุน ุงู„ุทุงุนุงุช ุงู„ุธุงู‡ุฑุฉ ูˆุงู„ุจุงุทู†ุฉ ูƒู‚ูˆู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูˆู„ูƒู† ุงู„ุจุฑ ู…ู† ุขู…ู† ุจุงู„ู„ู‡ ูˆุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุขุฎุฑ ูˆุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูˆุงู„ูƒุชุงุจ ูˆุงู„ู†ุจูŠูŠู† ูˆุขุชู‰ ุงู„ู…ุงู„ ุนู„ู‰ ุญุจู‡ ุฐูˆูŠ ุงู„ู‚ุฑุจู‰ ูˆุงู„ูŠุชุงู…ู‰ ูˆุงู„ู…ุณุงูƒูŠู† ูˆุงุจู† ุงู„ุณุจูŠู„ ูˆุงู„ุณุงุฆู„ูŠู† ูˆููŠ ุงู„ุฑู‚ุงุจ ูˆุฃู‚ุงู… ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุขุชู‰ ุงู„ุฒูƒุงุฉ ูˆุงู„ู…ูˆููˆู† ุจุนู‡ุฏู‡ู… ุฅุฐุง ุนุงู‡ุฏูˆุง ูˆุงู„ุตุงุจุฑูŠู† ููŠ ุงู„ุจุฃุณุงุก ูˆุงู„ุถุฑุงุก ูˆุญูŠู† ุงู„ุจุฃุณ ุฃูˆู„ุฆูƒ ุงู„ุฐูŠู†  ุตุฏู‚ูˆุง ูˆุฃูˆู„ุฆูƒ ู‡ู… ุงู„ู…ุชู‚ูˆู†

[Diantara makna al birr adalah mengerjakan seluruh ketaatan, baik secara lahir maupun batin. (Makna seperti ini) tertuang dalam firman Allah taโ€™ala

ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุงู„ู’ุจูุฑูŽู‘ ุฃูŽู†ู’ ุชููˆูŽู„ูู‘ูˆุง ูˆูุฌููˆู‡ูŽูƒูู…ู’ ู‚ูุจูŽู„ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุดู’ุฑูู‚ู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุบู’ุฑูุจู ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ูŽู‘ ุงู„ู’ุจูุฑูŽู‘ ู…ูŽู†ู’ ุขู…ูŽู†ูŽ ุจูุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ูˆูŽุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ุขุฎูุฑู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽู„ุงุฆููƒูŽุฉู ูˆูŽุงู„ู’ูƒูุชูŽุงุจู ูˆูŽุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูู‘ูŠู†ูŽ ูˆูŽุขุชูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุงู„ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุญูุจูู‘ู‡ู ุฐูŽูˆููŠ ุงู„ู’ู‚ูุฑู’ุจูŽู‰ ูˆูŽุงู„ู’ูŠูŽุชูŽุงู…ูŽู‰ ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุณูŽุงูƒููŠู†ูŽ ูˆูŽุงุจู’ู†ูŽ ุงู„ุณูŽู‘ุจููŠู„ู ูˆูŽุงู„ุณูŽู‘ุงุฆูู„ููŠู†ูŽ ูˆูŽูููŠ ุงู„ุฑูู‘ู‚ูŽุงุจู ูˆูŽุฃูŽู‚ูŽุงู…ูŽ ุงู„ุตูŽู‘ู„ุงุฉูŽ ูˆูŽุขุชูŽู‰ ุงู„ุฒูŽู‘ูƒูŽุงุฉูŽ ูˆูŽุงู„ู’ู…ููˆูููˆู†ูŽ ุจูุนูŽู‡ู’ุฏูู‡ูู…ู’ ุฅูุฐูŽุง ุนูŽุงู‡ูŽุฏููˆุง ูˆูŽุงู„ุตูŽู‘ุงุจูุฑููŠู†ูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุจูŽุฃู’ุณูŽุงุกู ูˆูŽุงู„ุถูŽู‘ุฑูŽู‘ุงุกู ูˆูŽุญููŠู†ูŽ ุงู„ู’ุจูŽุฃู’ุณู ุฃููˆู„ูŽุฆููƒูŽ ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ุตูŽุฏูŽู‚ููˆุง ูˆูŽุฃููˆู„ูŽุฆููƒูŽ ู‡ูู…ู ุงู„ู’ู…ูุชูŽู‘ู‚ููˆู†ูŽ (ูกูงูง)

โ€œBukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang2 miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. MerekaiItulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.โ€ (Al Baqarah: 177).]

๐Ÿ“” Dari penjelasan Ibnu Rajab dan teks ayat dalam surat Al Baqarah tersebut, kita dapat memahami dengan jelas bahwa yang dinamakan kebajikan (al birr) turut mencakup keimanan yang benar terhadap Allah, mengerjakan perintah-Nya (dan tentunya meninggalkan larangan-Nya), serta berbuat kebajikan terhadap sesama makhluk Allah.

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Kita juga bisa menyatakan, โ€“ berdasarkan hadits An Nawwas radhiallahu โ€˜anhu di atas-, bahwa seorang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang benar, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan berbuat kebajikan terhadap sesama adalah seorang yang berakhlak luhur, karena nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam mendefinisikan al birr dengan keluhuran akhlak, dan pada ayat 177 surat Al Baqarah di atas Allah menjabarkan berbagai macam bentuk al birr.

โ†ช Dengan kata lain, seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah taโ€™ala dan sesamanya.

๐ŸŽ“ Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

ุญูุณู’ู† ุงู„ู’ุฎูู„ูู‚ ู‚ูุณู’ู…ูŽุงู†ู ุฃูŽุญูŽุฏู‡ู…ูŽุง ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ ุนูŽุฒูŽู‘ ูˆูŽุฌูŽู„ูŽู‘ ุŒ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุนู’ู„ูŽู… ุฃูŽู†ูŽู‘ ูƒูู„ู‘ ู…ูŽุง ูŠูŽูƒููˆู† ู…ูู†ู’ูƒ ูŠููˆุฌูุจ ุนูุฐู’ุฑู‹ุง ุŒ ูˆูŽูƒูู„ู‘ ู…ูŽุง ูŠูŽุฃู’ุชููŠ ู…ูู†ู’ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ ูŠููˆุฌูุจ ุดููƒู’ุฑู‹ุง ุŒ ููŽู„ูŽุง ุชูŽุฒูŽุงู„ ุดูŽุงูƒูุฑู‹ุง ู„ูŽู‡ู ู…ูุนู’ุชูŽุฐูุฑู‹ุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุณูŽุงุฆูุฑู‹ุง ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุจูŽูŠู’ู† ู…ูุทูŽุงู„ูŽุนูŽุฉ ูˆูŽุดูู‡ููˆุฏ ุนูŽูŠู’ุจ ู†ูŽูู’ุณูƒ ูˆูŽุฃูŽุนู’ู…ูŽุงู„ูƒ .

ูˆูŽุงู„ู’ู‚ูุณู’ู… ุงู„ุซูŽู‘ุงู†ููŠ : ุญูุณู’ู† ุงู„ู’ุฎูู„ูู‚ ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู†ูŽู‘ุงุณ .ูˆูŽุฌูŽู…ูŽุงุนูŽุฉ ุฃูŽู…ู’ุฑูŽุงู†ู : ุจูŽุฐู’ู„ ุงู„ู’ู…ูŽุนู’ุฑููˆู ู‚ูŽูˆู’ู„ู‹ุง ูˆูŽููุนู’ู„ู‹ุง ุŒ ูˆูŽูƒูŽูู‘ ุงู„ู’ุฃูŽุฐูŽู‰ ู‚ูŽูˆู’ู„ู‹ุง ูˆูŽููุนู’ู„ู‹ุง

[Keluhuran akhlak itu terbagi dua. Pertama, akhlak yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa segala amalan yang anda kerjakan mesti (mengandung kekurangan/ketidaksempurnaan) sehingga membutuhkan udzur (dari-Nya) dan segala sesuatu yang berasal dari-Nya harus disyukuri. Dengan demikian, anda senantiasa bersyukur kepada-Nya dan meminta maaf kepada-Nya serta berjalan kepada-Nya sembari memperhatikan dan mengakui kekurangan diri dan amalan anda. Kedua, akhlak yang baik terhadap sesama. kuncinya terdapat dalam dua perkara, yaitu berbuat baik dan tidak mengganggu sesama dalam bentuk perkataan dan perbuatan] (Tahdzibus Sunan sebagaimana tertera dalam catatan kaki โ€˜Aunul Maโ€™bud13/91.)

โ“โŒ Terdapat persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa makna keluhuran akhlak (akhlakul karimah) terbatas pada interaksi sosial yang baik dengan sesama. Hal ini kurang tepat, karena menyempitkan makna akhlakul karimah, silahkan anda lihat kembali penjelasan di atas.

๐Ÿ’ฌ Bahkan, terkadang terdapat selentingan perkataan yang terkadang terucap dari seorang muslim, yang menurut kami cukup fatal, seperti perkataan, โ€œSi fulan yang non muslim itu lebih baik daripada fulan yang muslimโ€ atau ucapan semisal. Ucapan ini terlontar tatkala melihat kekurangan akhlak pada saudaranya sesama muslim, kemudian dia membandingkan saudaranya tersebut dengan seorang kafir yang memiliki interaksi sosial yang baik dengan sesamanya.

๐Ÿ’ญ Perkataan itu cukup fatal karena seorang muslim yang bertauhid kepada Allah, betapa pun buruk akhlaknya, betapapun besar dosa yang diperbuat, tetaplah lebih baik daripada seorang kafir, yang berbuat syirik kepada Allah taโ€™ala. Hal ini mengingat dosa syirik menduduki peringkat teratas dalam daftar dosa.

๐Ÿ‘‰๐Ÿผ Seorang yang memiliki interaksi sosial yang baik terhadap sesama, namun dia tidak menyembah Allah atau tidak menauhidkannya dalam segala bentuk peribadatan yang dilakukannya, maka dia masih dikategorikan sebagai seorang yang berahlak buruk.

โžก Mengapa demikianโ“ Hal itu dikarenakan dia tidak merealisasikan pondasi keluhuran akhlak, yaitu berakhlak yang baik kepada sang Khalik yang telah mencurahkan berbagai nikmat kepada dirinya dan seluruh makhluk. Dan bentuk akhlak yang baik kepada Allah adalah dengan mentauhidkan-Nya dalam segala peribadatan, karena tauhid merupakan hak Allah kepada setiap hamba-Nya sebagaimana dinyatakan dalam hadits Muโ€™adz bin Jabal radhiallahu โ€˜anhu. (HR. Bukhari: 5912; Muslim: 30)

โ†ช Hal ini pun dipertegas dalam hadits โ€˜Aisyah radhiallahu โ€˜anhu. Beliau bertanya kepada rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wa sallam, [Wahai rasulullah! Ibnu Judโ€™an, dahulu di zaman jahiliyah, adalah seorang yang senantiasa menyambung tali silaturahim dan memberi makan orang miskin, apakah itu semua bermanfaat baginya kelak di akhirat? Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam menjawab,

ู„ุงูŽ ูŠูŽู†ู’ููŽุนูู‡ู ุฅูู†ูŽู‘ู‡ู ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽู‚ูู„ู’ ูŠูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุฑูŽุจูู‘ ุงุบู’ููุฑู’ ู„ูู‰ ุฎูŽุทููŠุฆูŽุชูู‰ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ุฏูู‘ูŠู†ู

"Hal itu tidak bermanfaat baginya karena dia tidak pernah sedikit pun mengucapkan, โ€œWahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku di hari kiamat kelak.โ€ (HR. Muslim: 214)

๐Ÿ‘ค Ibnu Judโ€™an adalah seorang yang memiliki akhlak yang baik kepada sesama manusia, meskipun demikian, keluhuran akhlaknya kepada manusia tidak mampu menyelamatkannya dikarenakan dia tidak menegakkan pondasi akhlak, yaitu akhlak yang baik kepada Allah dengan beriman dan bertauhid kepada-Nya.

๐Ÿ‘†๐Ÿผ๐Ÿ‘‰๐Ÿผ Telah disebutkan di atas bahwa bentuk akhlak yang baik kepada Allah adalah dengan mentauhidkan-Nya. Berdasarkan hal ini kita bisa menyatakan bahwa seorang yang mempersekutukan Allah dalam peribadatannya (berbuat syirik) adalah seorang yang berakhlak buruk, meski dia dikenal sebagai pribadi yang baik kepada sesama.

Demikian pula, kita bisa menyatakan dengan lebih jelas lagi bahwa seorang yang dikenal akan kebaikannya kepada sesama manusia, jika dia berbuat syirik seperti memakai jimat [1], mendatangi dukun[2], menyembelih untuk selain Allah[3], mendatangi kuburan para wali untuk meminta kepada mereka[4], maka dia adalah seorang yang berakhlak buruk.

โœ… Maka, dari penjelasan di atas, kita bisa memahami perkataan Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah berikut :

ุงู„ุฐู†ูˆุจ ู…ุน ุตุญุฉ ุงู„ุชูˆุญูŠุฏ ุฎูŠุฑ ู…ู† ูุณุงุฏ ุงู„ุชูˆุญูŠุฏ ู…ุน ุนุฏู… ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฐู†ูˆุจ

[โ€œBerbagai dosa (yang terdapat pada diri seorang), namun masih dibarengi dengan tauhid yang benar itu masih lebih baik daripada tauhid yang rusak meskipun tidak dibarengi dengan berbagai dosa.โ€ (Al Istiqamah 1/466; Asy Syamilah.)

โŒ Jangan dipahami bahwa beliau mengenyampingkan atau menganggap ringan perbuatan dosa dengan perkataan tersebut. Namun, beliau menerangkan bahwa perbaikan tauhid dengan menjauhi kesyirikan merupakan proritas pertama yang harus diperhatikan oleh kita sebelum menjauhi berbagai bentuk dosa lain yang tingkatannya berada di bawah dosa syirik.

๐Ÿ‘‰๐Ÿป Imbas lain dari penyempitan makna akhlak sebagaimana dikemukakan di atas adalah anggapan bahwa akhlak yang baik kepada manusia itu lebih penting daripada tauhid. Akibatnya, rata-rata materi dakwah para daโ€™i adalah berkutat pada upaya menyeru manusia untuk berbuat baik pada sesamanya dan menomorduakan dakwah tauhid, kalau tidak mau dikatakan bahwa mereka memang tidak pernah menyampaikan materi tauhid kepada madโ€™u (yang di dakwahi).

โœ… Hal ini tidak lain disebabkan karena mereka belum mengetahui definisi akhlak yang disebutkan oleh para ulama seperti yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Rajab dan Ibnul Qayyim rahimahumallah di atas. Sehingga, tatkala mereka membaca hadits-hadits nabi seperti, โ€œ Kebajikan itu keluhuran akhlaq โ€œ; โ€œTidak ada amalan yang lebih berat apabila diletakkan di atas mizan daripada akhlak yang baik.โ€; โ€œApa karunia terbaik yang diberikan kepada hamba?, nabi menjawab. โ€œAkhlak yang baik.โ€, mereka berkeyakinan bahwa hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa berakhlak baik kepada sesama lebih tinggi derajatnya daripada menauhidkan Allah taโ€™ala secara mutlak.

Di akhir artikel ini, kami kembali mengingatkan bahwa akhlak yang baik kepada Allah, itulah yang harus menjadi fokus perhatian dalam pembenahan diri kita, dan yang menjadi fokus utama adalah bagaimana kita berusaha membenahi tauhid kita kepada Allah. Jika kita memiliki interaksi yang baik dengan-Nya, dengan menauhidkan-Nya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, niscaya Allah taโ€™ala akan memudahkan kita untuk berinteraksi yang baik (baca: berakhlak yang baik) dengan sesama. Itulah makna yang kami pahami dari sabda nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam,

ู…ู† ุงู„ุชู…ุณ ุฑุถู‰ ุงู„ู„ู‡ ุจุณุฎุท ุงู„ู†ุงุณ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ูˆุฃุฑุถู‰ ุงู„ู†ุงุณ ุนู†ู‡ ูˆู…ู† ุงู„ุชู…ุณ ุฑุถุง ุงู„ู†ุงุณ ุจุณุฎุท ุงู„ู„ู‡ ุณุฎุท ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุฃุณุฎุท ุนู„ูŠู‡ ุงู„ู†ุงุณ

[โ€œBarangsiapa mencari ridha Allah meski dengan mengundang kemurkaan manusia, niscaya Allah akan ridha kepadanya dan akan membuat manusia juga ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan mengundang kemurkaan Allah, niscaya Allah akan murka kepadanya dan akan membuat manusia turut murka kepadanya.โ€] (HR. Ibnu Hibban: 276)

โ˜๐Ÿผ Waffaqaniyallahu wa iyyakum.

๐Ÿ“š Diadaptasi dari kitab al Mauโ€™izhatul Hasanah fil Akhlaqil Hasanah karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafidzahulloh.

๐Ÿ“ Penulis: Ustadz Muhammad Nur Ichwan Muslim hafidzahulloh

๐Ÿ–ฅ Artikel : www.muslim.or.id

โœ’ Catatan Kaki :

[1] Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang memakai jimat, sungguh dia telah berbuat syirik.  (HR. Ahmad: 17458).

[2] Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa mendatangi dukun lalu membenarkan perkataannya, atau mengauli istrinya yang sedang haidh, menyetubuhi dubur istrinya, maka sesungguhnya dia telah berlepas diri dari ajaran yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu โ€˜alaihi wa sallam." (HR. Abu Dawud: 3408; Tirmidzi: 135; dan selain mereka).

[3] Nabi shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bersabda, "Allah melaknat orang yang menyembelih (baca: memberikan sesajen) untuk selain Allah." (HR. Muslim: 1978).

[4] Allah taโ€™ala berfirman mengenai ucapan orang-orang musyrik, yang artinya, "Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: โ€œMereka itu adalah pemberi syafaโ€™at kepada Kami di sisi Allah." (Yunus: 18).

Comments

Popular posts from this blog

PERDEBATAN ANTARA GOLONGAN TUA DAN MUDA MENJELANG PROKLAMASI

BEDA TERM, LRT, MRT DAN MONOREL

POKOK-POKOK FILSAFAT MATERIALISME DIALEKTIKA HISTORIS