Posts

Showing posts from April, 2013

Refleksi Pergerakan Mahasiswa

Zely Ariane* Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU), didukung oleh berbagai kalangan purnawirawan Angkatan Darat dan kalangan ormas yang tak disebutkan nama-namanya, baru-baru ini menolak segala bentuk rencana permintaan maaf pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban peristiwa 1965-1966[1]. Wakil sekjend PBNU mengatakan bahwa peristiwa tersebut harus dilupakan, senada dengan pernyataan Priyo Budi Santoso, wakil ketua DPR, yang menganggap tidak penting lagi mengungkit-ungkit kasus pelanggaran HAM masa lalu[2]. Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi desakan berbagai pihak agar pemerintah meminta maaf[3] atas peristiwa yang sampai saat ini masih ditutup rapat dan tidak mendapatkan keadilan baik secara hukum maupun politik. Usman Hamid, mantan koordinator KONTRAS menyesalkan pernyataan PBNU tersebut dan menganggapnya tidak berbasiskan mandat Muktamar sekaligus suatu kemunduran, setelah pada tahun 1999 almarhum Gus Dur menyatakan permintaan maafnya terkait peristiwa tersebut[4].

Pernyataan Sikap MASSA: Sistem Kapitalisme, SBY-Boediono, Elit Politik dan Pemilu 2014 Gagal Menyejahterakan Rakyat

MASSA (MAHASISWA BERSATU) SMI, GPMJ, PMII, PEMBEBASAN, LMND, PMKRI, GMNI, UMB, HMI Pernyataan Sikap: Sistem Kapitalisme, SBY-Boediono, Elit Politik dan Pemilu 2014 Gagal Menyejahterakan Rakyat Tatanan kapitalisme yang dibangga-banggakan dan diagung-agungkan oleh rezim SBY-Boediono sebagai sistem yang mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat, kini menghadapi kegagalan untuk kesekian kalinya. Eropa dan Amerika sebagai ikon Kapitalisme, kini harus menghadapi krisis ekonomi yang dalam akibat monopoli kekayaaan pada segelintir orang dan akumulasi yang berlebihan dari kaum modal. Berbagai resep dan program pengobatan krisis, sampai saat ini tidak mampu mengobatinya. Hal ini menyadarkan kita semua bahwa krisis ekonomi sekarang tidak akan bisa diobati begitu saja, sistem ekonomi yang kapitalistik ini harus dioperasi dan di amputasi, kemudian menggantikannya dengan sistem dan tatanan ekonomi yang adil tanpa ekploitasi manusia oleh manusia lainnya. Dalam situasi krisis ini, pesta Demo

Mendobrak tembok sejarah malapetaka 1965-66?

Zely Ariane* Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU), didukung oleh berbagai kalangan purnawirawan Angkatan Darat dan kalangan ormas yang tak disebutkan nama-namanya, baru-baru ini menolak segala bentuk rencana permintaan maaf pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban peristiwa 1965-1966[1]. Wakil sekjend PBNU mengatakan bahwa peristiwa tersebut harus dilupakan, senada dengan pernyataan Priyo Budi Santoso, wakil ketua DPR, yang menganggap tidak penting lagi mengungkit-ungkit kasus pelanggaran HAM masa lalu[2]. Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi desakan berbagai pihak agar pemerintah meminta maaf[3] atas peristiwa yang sampai saat ini masih ditutup rapat dan tidak mendapatkan keadilan baik secara hukum maupun politik. Usman Hamid, mantan koordinator KONTRAS menyesalkan pernyataan PBNU tersebut dan menganggapnya tidak berbasiskan mandat Muktamar sekaligus suatu kemunduran, setelah pada tahun 1999 almarhum Gus Dur menyatakan permintaan maafnya terkait peristiwa tersebut[4

SEKBER BURUH: Tidak pada Partai Elit; Lawan Balik Penindasan; Bangun Kekuasaan Rakyat!

Tak terasa, 1 minggu lagi kaum buruh secara internasional akan merayakan sejarah kemenangannya. Sejarah kemenangan perjuangan 8 jam kerja. Tak hanya di negeri ini, di seluruh belahan dunia akan merayakan kemenangan gerakan buruh. Bukan dengan pesta pora dan dansa-dansi. Tapi lagi dan lagi dengan perlawanan dan aksi massa. Setidaknya May Day kali ini adalah May Day ke 15 yang kaum buruh Indonesia lancarkan paska kediktaktoran Orde Baru. Tapi kami sadar bahwa sistem yang dijalankan oleh pemerintah hari ini—begitu pula sebelumnya, tak berpihak pada kami, kaum buruh dan rakyat. Tak banyak yang berbeda. Jika 15 tahun yang lalu kami menuntut Demokrasi dan Kesejahteraan, begitu pula hari ini. Sejak sebelum dan setelah jatuhnya Soeharto, kami menuntut agar militer kembali ke barak, kebebasan berorganisasi, berpendapat dan berideologi, ruang bagi partisipasi politik. Tapi yang kami dapatkan adalah RUU Kamnas, RUU Ormas, RUU Komponen Cadangan Negara, UU Pemilu, UU Parpol, RUU Rahasia