PEMILU I

Pagi ini setelah membaca Majalah Tempo edisi 13 - 19 April 2009, Saya kembali berpikir apakah bangsa Indonesia akan sama mengulang kembali kebodohannya dalam menentukan arah dan tujuan bangsa kedepan. Tidak kah kita bisa berkaca dari sejarah dan pengalaman yang ada. Apakah kita tidak bisa melihat dengan mata telanjang. Atau kah kita harus menjadi korban dahulu dan merasakan penderitaan hingga kita bisa bersatu dan bangkit melawan.

Kita tahu… banyak kasus di Negara kita yang masih antah berantah, kasus tragedy trisakti, semanggi I & II, lalu Kudatuli (Kasus 27 Juli), Munir, dan lainnya masih belum jelas. Oke, kalo kasus kasus yang saya sebutkan itu mungkin sudah lama terjadi dan sebagian besar orang sudah lupa sejarah kelam bangsa ini. Bagaimana dengan kasus baru yang terjadi, sama halnya seperti kasus lainnya lenyap menguap begitu saja. Contohnya mungkin kasus yang baru pada pemerintahan yang baru, yaitu LUMPUR LAPINDO, kasus yang sudah 3 tahun berlalu sebelum pemilu 2009 namun belum selesai juga. Dan pemerintah tampaknya tenang – tenang saja seperti tidak punya beban kepada korban.
Sebenernya saya telah lama menarik diri untuk mengomentari dan terlibat kembali dalam urusan politik. Bukan karena saya seorang aktivis atau seorang tokoh pergerakan, namun karena kebutuhan dan masa depan saya sehingga saya menarik diri dari kancah politik. Tadi nya saya yakin bahwa tingkat kesadaran rakyat kita akan semakin membaik dengan berjalannya waktu. Namun prediksi saya ternyata salah besar. Saya tidak tahu apakah itu sebuah harapan atau sebuah keputus asaan sehingga rakyat kita kembali menjadi lupa dan terlena. Sebab siapapun pemimpinnya pastilahakan sama saja, saya tidak akan mengajarkan golput disini, namun saya mengajak kepada pembaca dan sebagai catatan saya pribadi untuk kembali berpikir dan mengkaji ulang kejadian kejadian yang ada lalu diurutkan dan di kaitkan hingga menjadi tautan dan menemukan titik terang.
Bagi sebagian orang mungkin politik itu indah, mereka bisa mendapatkan kekuasaan disitu. Tapi bagi saya politik sebuah anekdot yang menggelitik, semakin di tilik semakin tergelitik. Tidak ingatkah kita kepada pejuang kemerdekaan kita yang telah bersusah payah memerdekakan bangsa dari penjajahan kolonialisme belanda? Tidak ingatkah kita kepada tokoh-tokoh pergerakan seperti syahrir, hatta, tan malaka, dsb..?
Untuk apa didadakan pemilu jika tetap saja pemimpin nya mbalelo (tidak mementingkan rakyat), kenapa saya bilang seperti itu? Setelah saya perhatikan lagi bahwa kekalahan partai partai besar dan partai yang pernah besar serta partai yang ada saat ini sebenarnya bukan pada ketidak mampuan mereka berkampanye… tapi kembali masalah dana, sebagian besar partai kecil berpendapat kalo kader nya tidak punya cukup dana atau dana mereka pas-pasan. Artinya partai sendiri mewajibkan kadernya untuk menyetorkan sejumlah dana ke partai. Belum lagi pada saat proses pemilihan itu sendiri… berapa rupiah yang harus dikeluarkan oleh partai da caleg serta capres dan cawapres? Apa cukup seratus ribu? Satu juta? Sepuluh juta? Saya rasa tidak cukup… saya sendiri tidak tahu pasti berapa besar setoran seorang caleg untuk menjadi legislative. Namun bukan sebuah rahasia lagi jika seorang caleg biasanya menghabiskan dana puluhan bahkan ratusan juta atau mungkin milyaran rupiah. Coba kita lihat bagaimana bisa untuk mendapatkan kedudukan aja mereka sudah menggunakan uang, apalagi kalo mereka nanti terpilih, pasti akan berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkan oleh mereka. Bukannya mengurusi rakyat yang notabene adalah tugas dan kewajiban mereka sebagai anggota legislatife.
Sangat wajar jika kita lihat terjadi banyak penyimpangan dan korupsi yang merajalela, walau di Indonesia sendiri sudah terbangun KPK (KOMISI PEMBERANTAS KORUPSI) yang kabarnya kuasanya melebihi kuasa tuhan…denan seenak bisa melakukan apapun (mengurangi, membuang, bahkan membungi hanguskan) hak-hak asasi dari seseorang. Bagaimana bisa anggota dewan kita bekerja maksimal jika yang ada dalam otak mereka adalah mengembalikan MODAL yang talah mereka keluarkan untuk menjadikan mereka seorang anggota dewan?
Coba kita lihat GERINDRA (GERAKAN INDONESIA RAYA) sebagai partai baru tergolong sangat cepat meroket, hal ini ditunjang oleh iklan yang gencar di media masa. Tahukah anda bahwa partai ini menghabiskan dana setidaknya Rp 46,7 miliar , hmmm…. Angka yang bukan sedikit tentunya… sedangkan Partai Demokrat Rp. 36,1 miliar. Coba tebak dari mana neh duit? apakah KPK telah meneliti duit segini banyak dari mana? Sudah jelaskah asal usulnya…”kalo benar kenapa mesti takut”

Comments

Popular posts from this blog

Future Tense, Future Continuous Tense, Future Perfect Tense, And Future Perfect Continuous Tense (Versi Indonesia)

PERDEBATAN ANTARA GOLONGAN TUA DAN MUDA MENJELANG PROKLAMASI