Posts

Showing posts from May, 2007

E-procurement

E-procurement (Electronic Procurement) is either the business-to-business or Business-to-Consumer purchase and sale of supplies and services through the Internet as well as other information and networking systems, such as electronic data interchange (EDI) and Enterprise Resource Planning (ERP). An important part of many B2B sites, e-procurement is also sometimes referred to by other terms, such as supplier exchange. Typically, e-procurement Web sites allow qualified and registered users to look for buyers or sellers of goods and services. Depending on the approach, buyers or sellers may specify prices or invite bids. Transactions can be initiated and completed. Ongoing purchases may qualify customers for volume discounts or special offers. E-procurement software may make it possible to automate some buying and selling. Companies participating expect to be able to control parts inventories more effectively, reduce purchasing agent overhead, and improve manufacturing cycles. E-procureme

GARIS BESAR METODE KERJA

Pengertian Dari Metode Kerja Metode kerja merujuk pada suatu sistem bekerja dari hubungan antara pemimpin dan anggota suatu organisasi. Sistem ini harus mempertanggung jawabkan proses pengambilan keputusan pembagian kerja pengembangan nilai nilai yang diperlukan atau sikap sikap secara demokratis dalam mengatasi kesulitan kesulitan organisasi, rakyat dan soal soal lain. Hal ini menyangkut formulasi kebijakan kebijakan dan garis besar (guide lines). Simplifikasi(penyederhanaan) kerja, prosedur, aturan aturan didalam dan aturan aturan diluar. Berikut ini adalah hasil diskusi tentang boberapa metode kerja yang pokok pokok. A. Sistim Komite (SK): Sistem komite ini menunjuk pada dinamika kepemimpinan kolektif didalam organisasi, antara lain pengawasan terhadap monopolisasi oleh satu orang atau group terpilih dalam pendistribusian tugas tugas dan pengambilan keputusan. Secara ideal, sebuah organisasi harus memiliki komisi komisi kerja sebagai berikut : keanggotaan, pendidikan, Keuangan, Pe

PEDOMAN MENGORGANISIR UNTUK MAHASISWA : Bukan Saatnya Bersandar Pada Momentum

Proses kejatuhan Soeharto adalah saat-saat revolusioner dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia. Aksi-aksi mahasiwa dibeberapa tempat sampai bisa menguasai Instansi-instansi pemerintah. Hampir di semua kota yang terdapat universitas seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogya, Surabaya, Makassar dll. Bahkan sejak tanggal 19-21 Mei, ribuan mahasiswa di Jakarta sudah menguasai Gedung DPR/MPR. Dalam kurun waktu ini juga bermunculan beratus-ratus komite mahasiswa yang tersebar di berbagai kota. Komite-komite ini mampu menggerakan ribuan mahasiswa untuk terlibat dalam aksi-aksi menuntut perubahan. Namun setelah berhasil “melengserkan” Soeharto, secara kualitas dan kuantitas gerakan mahasiswa menurun, Gerakan kembali bangkit mendekati Sidang Istimewa MPR, pertengahan Nopember. Pada tanggal 13-14 Nopember 1998 aksi-aksi besar-besaran terjadi di Jakarta, sekitar satu juta mahasiswa dan rakyat berkumpul didepan kampus Universitas Admajaya, Jakarta, yang akan melakukan relly ke gedung DPR/MPR

PANDUAN DASAR BERORGANISASI

I. Membangun Basis Membangun basis-basis adalah perwujudan konkret dari kepemimpinan di suatu wilayah-wilayah dan sektor. Seluruh usaha mengorganisir akan diarahkan menuju pembangunan basis. Suatu wilayah basis berdiri pada saat kehadiran kita di suatu tempat (kampus, desa,/kampung/pabrik) memegang peranan yang menentukan dalam menetapkan arah dan tujuan tempat tersebut. Konkretnya bahwa organisasi-organisasi dan aliansi-aliansi maupun organisasi formal yang ada ada dibawah kepemimpinan kita. Dan karena itu sanggup menyokong dan menjawab kebutuhan-kebutuhan perjuangan dan kampanye-kampanye massa kita. Kepemimpinan langsung di jamin melalui kelompok inti kita yang memegang dan memiliki posisi berpengaruh dalam tubuh organisasi-organisasi kita. Bagaimana selanjutnya kita membangun basis tersebut? Dari kampanye-kampanye massa yang dilancarkan oleh organisasi sektoral dan multi sektoral kita dapat mengenali sejumlah kontak yang dapat dikembangkan sebagai aktifis-aktifis massa yang beker

Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan

Di atas kita dapat melihat bahwa penempatan perempuan pada posisi kelas dua dalam masyarakat berawal dari tergesernya peranan kaum perempuan dalam lapangan produksi. Dan, pada gilirannya, tergesernya peran ini adalah akibat dari tingkatan teknologi masa itu yang tidak memungkinkan kaum perempuan untuk memasuki lapangan produksi. Posisi kelas dua ini diperkukuh oleh sistem kepemilikan pribadi, yang pada gilirannya memunculkan diri dalam berbagai prasangka, sistem nilai dan ideologi yang menegaskan paham keunggulan laki-laki dari perempuan.. Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif. Kondisi ini sesungguhnya telah diwujudkan oleh kapitalisme. Kapitalisme, yang mengandalkan mesin sebagai alat produksinya yang u

Asal-usul Penindasan Perempuan

Perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki - inilah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya", dll. Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-moyang kita, keadaannya memang sudah begini.. Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian. Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku. Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, mela

Feodalisme Dulu dan Sekarang

Istilah feodalisme mengacu pada kalangan aristokrat atau keluarga raja di Inggris abad keemasan saat negara ini menjadi imperialis dan adi daya dunia. Istilah ini dalam level yg lebih lokal mengarah pada kalangan ningrat atau priyayi di Indonesia; khususnya kalangan suku Jawa yg oleh Cliffort Geertz (dalam bukunya Priyayi, Santri dan Abangan) dibagi ke dalam tiga kasta seperti yg tertulis dalam judul bukunya.. Orang yg berasal dari kalangan aristokrat atau ningrat ini disebut kalangan feodal dg ciri khas sifat dan sikapnya yg feodalistik. Apa itu feodalisme, feodal, dan feodalistik? Feodalisme dulu ditunjukkan dg sikap jumawa bagai raja, permaisuri, putri dan pangeran. Sikap angker kalangan ningrat. Sikap anggun dan kecongkakan terutama pada kalangan rakyat jelata yg dianggap kastanya berada satu level di bawahnya, baik dari segi warna darah (darah mereka biru berkilau, sedang darah rakyat berwarna merah kecoklatan), maupun dari segi status sosial (harta dan lingkungan pergaulan). Dul